Cerita Pendek


Dalam membaca Cerita Pendek ini dibutuhkan waktu kurang lebih 10 menit untuk membaca masing-masing judul, bacanya santai ya... dan kalau perlu siapin minuman & cemilan.... Selamat Membaca.....

Judul Cerpen :

1. ULTAH AYAH
2. WISUDAKU
3. PERNIKAHAN EMAS
4. CINTA SEPATU RODA
5. MEMANCING
6. 2 MINGGU DI DESA
7. MENUJU KA'BAH
8. PERNIKAHAN
9. MENJADI IBU
10. CINTA SEJATI


=============================================================================


ULTAH AYAH

20 Juli adalah hari bahagia untuk keluarga Nuri, seluruh keluarga berkumpul di rumah Ayah dan Ibu tercinta yang lokasinya tidak jauh dari sebelah barat kota Jakarta.

Pagi itu cuaca sangat terik, “sinar matahari dapat menyilaukan mataku jika menaiki motor tanpa kaca mata hitam”, ucap Nuri dalam hati. “Bu, cepat sedikit nanti kesiangan kita ke pasarnya”, ucap Nuri sambil berteriak dari luar rumah kepada Ibunya yang masih berada di dalam rumah dan akan berangkat ke pasar untuk berbelanja. Kemudian Ibu menjawab : “iya Nuriku sayang, sebentar Ibu sedang mencari kaca mata dan sandal”.

Tidak lama kemudian keluarlah Ibu dari rumah dan bergegas menghampiri Nuri yang sudah siap diatas motor yang menyala sambil berkomentar : “jadi anak gadis ga boleh teriak-teriak begitu, malu terdengar kemana-mana suara emasmu itu…”. Nuri hanya ketawa dan tersenyum saja mendengar celotehan Ibu seperti itu.

Di tengah perjalanan Nuri bertanya : “Bu, kita mau masak apa buat acara ulang tahun Ayah besok?”, Ibu menjawab :”Ibu mau masak kesukaan Ayahmu, Ayahmu paling suka sayur daun singkong, perkedel kentang, kerupuk udang, ikan bumbu asam manis, mpek-mpek, dan tekwan”. “wah, kita pesta besar nih bu besok”, ungkap Nuri. “ya, Ayah dan Ibu sekalian syukuran kakakmu Fadil baru diterima kerja sebagai PNS, kakakmu Lyla selesai melahirkan putrinya yang ke-dua dengan selamat dan normal, kakakmu Rizal baru naik pangkat kerjanya, sekalian arisan keluarga juga, ya udah Ibu gabung aja sekalian biar jadi satu acara”, kata Ibu.
“Wah…. Bu, kakak Nuri hebat-hebat ya pada berhasil semua Ayah dan Ibu pasti senang dan bangga sama mereka, ga seperti Nuri… kuliah aja belum lulus…”, ucap Nuri. Lalu Ibu mengatakan : “kamu jangan bicara seperti itu, Ayah dan Ibu bangga sama semua anak-anaknya, oh ya Nur, hari ini kamu ga kuliah kan? Bantu Ibu ya, kita masak buat acara besok”. “oke bos”, ucap Nuri . Sang Ibu hanya tersenyum melihat gaya putri bungsunya yang sedikit tomboy itu.

Tak terasa dalam waktu 10 menit perjalanan ke pasar tradisional akhirnya sampai. Nuri merapatkan motor di area parkir yang telah disediakan oleh pengelola pasar. Nuri dan Ibu menuju ke dalam pasar selangkah demi selangkah menjauhi area parkir. Nuri jarang sekali ikut dengan Ibunya untuk masuk ke dalam pasar ikut berbelanja, biasanya Nuri menunggu di area parkir atau Nuri pulang kembali ke rumah, jadi hanya sekedar drop Ibu ke pasar. Tapi kali ini Nuri tidak tega melihat Ibunya yang akan berbelanja banyak untuk keperluan acara syukuran di rumahnya. “Ibu pasti akan membutuhkan bantuanku di dalam nanti, karena belanja Ibu banyak sekali”, ucap Nuri dalam hati.

Sebetulnya bisa saja Nuri menunggu di area parker seperti biasa, tapi entah kenapa hari itu Nuri memutuskan untuk menemani Ibu masuk ke dalam pasar untuk berbelanja.

Nuri melihat wanita setengah baya itu yang tak lain adalah Ibunya sendiri, melakukan aktivitas menawar harga di pedagang, menginjak ubin pasar yang kotor dan becek, membawa barang belanjaan yang sudah dibeli, berhimpitan dengan pembeli dan penjual lainnya, dan di tambah lagi aroma bau amis ikan, dan aroma tak sedap lainnya, lalu Nuri bertanya dalam hati : “apakah ini aktivitas sesungguhnya seorang Ibu rumah tangga? Ibu begitu tulus dan rela melakukan semua ini untuk keluarganya, jika aku sudah berkeluarga nanti apakah aku akan seperti Ibu? Ibu begitu besar pengorbanan Ibu untuk kami….Ibu terima kasih semuanya, Nuri bangga memiliki seorang Ibu seperti Engkau”.

Tidak terasa barang belanjaan sudah penuh di tangan kanan dan kiri Ibu, “Bu, sini Nuri bawain belanjaannya nanti tangan Ibu sakit, belanjaan itu kan berat-berat” Nuri mengambil semua barang belanjaan dari tangan Ibunya. “Kita belanja apa lagi Bu, masih ada yang kurang, Nuri masih kuat ko bawa belanjaan lagi”, ucap Nuri. “iya sayang, masih ada beberapa lagi, kalau kamu cape tunggu di motor aja nanti Ibu nyusul, cape kan berat bawa-bawa belanjaan”, ucap Ibu. “ga apa-apa Bu, Nuri seneng ko ada disini Bantu Ibu”, jawab Nuri.

Di tempat pedagang ikan Ibu memberhentikan langkahnya, ibu menanyakan harga ikan tenggiri. “berapa bang sekilo”, Tanya Ibu. “50 ribu sekilo, mau beli berapa kilo Bu?”, kembali sang pedagang bertanya. “kurangin ya bang 45 ribu sekilo beli 2 kilo”, tambah Ibu. “wah.. belum dapet Bu kalo segitu, saya kasih 48 ribu sekilo mau ga Bu?”, kata pedagang. Ibu menambahkan : “ya udah 2 kilo aja bang, bersihin ya bang”.

Nuri mengamati Ibu memilih ikan tenggiri yang akan dibelinya, begitu telitinya Ibu memilih ikan, dari kesegarannya, baunya, kulitnya, dan kebersihan ikannya. “Begitu teliti kah Ibu dalam memilih setiap barang yang akan dibelinya?” dalam hati Nuri bertanya.

Setelah selesai berbelanja, Nuri dan Ibu menuju area parkir, tak terasa perut Nuri berbunyi. “aduh… terasa lapar nih…”, ucap Nuri. “Bu, Nuri lapar nih… kita beli soto ayam dulu ya Bu sekalian istirahat dulu..”, ucap Nuri. “ya sudah, kita masuk warung itu…”, ucap Ibu sambil menunjuk ke warung makan.

Nuri memesan nasi soto ayam dan air es teh manis, sementara Ibu hanya minum teh tawar hangat. Sambil menunggu racikan soto ayam Nuri bertanya kepada Ibu : “Bu, tadi Nuri perhatiin, ibu setiap pilih belanjaan teliti banget, Kenapa Bu?”, Tanya Nuri. “Nuri, kalo kita membeli sesuatu kita harus teliti, seperti tadi misalnya, kalau ikan yang Ibu beli kualitas ikannya ga bagus misalnya udah bau berek gimana? Nanti yang makan kan Ibu, Ayah, kamu, keluarga kita, kalau nanti ada yang sakit karena makanan yang Ibu beli di pasar kualitasnya jelek gimana?”, jawab Ibu. “oooo gitu ya Bu”, tambah Nuri. Sambil menyantap soto ayam yang sudah jadi, Nuri terus berfikir sejauh itukah pikiran Ibu? Sepeduli itukah Ibu kepada keluarganya? Ibu…oh Ibu…. Begitu besar perhatianmu kepada kami….. begitu besar kasih sayangmu kepada kami… Tak terasa mata Nuri bergenang air mata dan sempat menetes di pipinya, Ibu mengetahui hal itu. “Nuri, kamu nangis sayang? Kenapa”, Ibu bertanya. Otomatis Nuri kaget, dengan gugupnya Nuri menjawab : “ga Bu… ini sotonya kepedesan terus nasinya masih panas..”. “ooo, ya udah. Udah selesai belum makannya? Cepet yu, udah siang nih, kita belum masak…”, tambah Ibu. Dengan cepat Nuri menjawab : “iya Ibuku sayang… sebentar lagi habis”. Akhirnya Nuri bergegas menghabiskan hidangan soto ayam pesanannya.

Sesampainya di area parkir, Ibu bertanya : “Nur, bisa ga naik motor, belanjaan kita banyak, kalo ga bisa Ibu sama belanjaan naik becak aja, kamu pulang duluan..”. dengan sigap Nuri menjawab : “bisa Bu, tenang aja… selama ada Nuri, semua beres deh…”. Ibu hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat tingkah laku anak bungsunya.

Tidak lama Nuri dan Ibu sampai di rumah, Ayah dan ka Fadil segera datang menghampiri untuk membantu menurunkan dan membawa belanjaan masuk ke dalam rumah. “Bu, belanjanya banyak banget? Tadi Nuri ikut masuk pasar ga Bu?”, Tanya Ka Fadil. “kita mau pesta tau Ka… Nuri tadi masuk pasarlah…”, jawab Nuri. “kamu, Kaka Tanya ke Ibu kamu yang jawab, tumben ikut masuk pasar neng, ada angin apa?”, ledek Ka Fadil. “emang ga boleh masuk pasar, itu kan pasar umum siapa aja boleh masuk”, jawab Nuri dengan sedikit bernada tinggi. “sudah…sudah… jangan ribut, kalian ini kalau dekat berantem, kalau jauh cari-carian..”, Ibu berusaha untuk menengahi.

Selepas Sholat dzuhur Nuri dan Ibu segera meracik menu masakan yang akan disajikan besok pada hari minggu tanggal 20 Juli. Nuri dan Ibu sibuk sekali di dapur, tapi disela kegiatan tersebut Nuri dan Ibu sempat bercanda, mengobrol, bahkan Nuri sempat curhat kepada Ibu tentang pria idamannya.

Tak terasa waktu sudah sore dan hampir magrib, beberapa menu sudah dimasak, dan ada juga menu masakan yang di buat besok pagi agar terlihat lebih segar saat di sajikan. Ibu pun bergegas membersihkan dapur dan peralatan masak. Setelah selesai Nuri dan Ibu menyimpan masakan yang sudah matang dalam lemari.

Waktu sudah hampir jam 9 malam, Nuri masuk ke kamar Ibu, Ibu sudah tertidur pulas karena lelah dengan aktivitas belanja dan memasak hari ini, sementara Ayah dan Ka Fadil masih asik menonton bola di TV. Nuri mendekati Ibu dan memandangnya dari dekat, dan Nuri berkata dalam hati : “Ibu, Engkau sudah mencurahkan perhatian dan kasih sayangmu untuk keluarga ini dengan tulus, di usiamu yang sudah separuh baya ini, keningmu yang berkerut Ibu tetap bisa membimbing kami, dan melakukan apapun yang bermanfaat untuk kami, maafin Nuri Bu, Nuri belum bisa membahagiakan Ibu… Nuri belum bisa memberikan Ibu sesuatu…. “, sambil menyelimuti Ibu dengan selimut dan mencium kening Ibu, tanpa disadari Nuri menitikkan air mata…. Langsung Nuri menghapusnya takut terlihat oleh Ayah dan Ka Fadil. Perlahan Nuri meninggalkan Ibu yang sudah tertidur pulas di kamar. Nuri pun langsung menuju kamarnya untuk istirahat.

Dalam kamar Nuri sempat berfikir, “dirumah ini hanya ada Ayah, Ibu, Ka Fadil, dan aku, sementara Ka Rizal dan keluarganya karena alasan dinas dipindahkan ke Bandung. Ka Rizal sudah menikah dengan seorang wanita cantik dari negri Jiran Malaysia dan dikaruniai 3 anak. Ka Lyla tinggal beberapa blok saja dengan lokasi rumah Ayah dan Ibu, Ka Lyla sudah 4 tahun ini menikah dengan seorang laki-laki yang berasal dari daerah Jogja. Sementara Ka Fadil waktu melamar jadi PNS, Ka Fadil mendaftar mewakili daerah Palembang tanah kelahiran Ayah. Apa nanti Ka Fadil akan pindah dinas juga ke Palembang? Kalau itu terjadi berkuranglah jumlah anggota keluarga di rumah ini. Belum lagi kalau aku nanti menikah, misalnya aku dibawa oleh suami untuk tinggaldi suatu tempat…. Ayah dan Ibu hanya berdua di rumah ini? Siapa nanti yang akan menjaga mereka? Siapa nanti yang akan mengantar Ibu ke pasar? Siapa….??? Mungkin bisa Ka Lyla, Ka Lyla kan sudah stand by disini dekat dengan Ayah dan Ibu, yah… Ka Lyla, aku harus bicarakan masalah ini dengan Ka Lyla, besok pagi aku mau kerumahnya sebelum acara di mulai. “sekarang tidur dulu ah….”, ucap Nuri dalam hati.

Adzan Subuh membangunkan tidur Nuri setiap hari, karena kebetulan rumah Nuri berdekatan dengan Mushola. Dengan segera Nuri bangun dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan kemudian melaksanakan Sholat Subuh.

Klontang gubrak……… terdengar suara bunyi panci jatuh dari arah dapur, Nuri langsung beranjak keluar kamar tanpa melipat mekena dan sejadah yang ia kenakan selesai Sholat Subuh. “Astagfirulloh…. Ibu, kenapa Bu ?” Nuri sedikit bernada tinggi melihat Ibunya sudah berada di lantai dapur, Nuri pun langsung berteriak memanggil-manggil Ayah dan Ka Fadil. “Ayah….. Ka Fadil….. cepatan ke dapur tolongin Nuri, Ibu jatuh… cepetan dong…”. “Ibu…Ibu… sadar bu”, Nuri sambil memeluk Ibunya.

Tak lama datanglah Ayah dan Ka Fadil menghampiri. “Astagfirulloh …. Ibu…”, ucap Ayah dan Ka Fadil secara bersamaan. “sudah, ayo kita gotong Ibu ke kamarnya!!”, ucap Ayah. Ibu di rebahkan di tempat tidur kamarnya yang tak jauh dari dapur, dengan segera Ayah mengambil minyak kayu putih untuk di hirupkan ke hidung Ibu yang tidak sadarkan diri, sementara Nuri melepaskan mukena yang masih melekat di tubuhnya dan berjalan ke dapur untuk membuat teh manis hangat dan menyiapkan air hangat untuk mengompres Ibu. Ka Fadil mengikuti Nuri ke dapur, “Nuri, Ibu tadi kenapa?”, Tanya ka Fadil. Dengan sedikit gugup Nuri menjawab : “Nu... Nuri juga ga tau Ka.. ehm.. tadi Nuri di kamar baru aja selesai Sholat Subuh, tau-tau denger suara panci jatuh, pas di lihat Ibu udah pingsan, kenapa ya Ka…”. “Ka Fadil juga ga tau, ya udah cepetan kita balik lagi ke kamar Ibu”, ucap Ka Fadil.
Ketika Nuri dan Ka Fadil kembali ke kamar Ibu membawa teh manis hangat dan air hangat untuk mengompres Ibu, ternyata Ibu sudah sadar sedang di pijit kakinya oleh Ayah. Nuri langsung menghampiri Ibu, “Alhamdulillah Ibu sudah sadar…minum dulu airnya Bu, Nuri buatin teh manis hangat untuk Ibu”, ucap Nuri. Ibu hanya tersenyum manis dan langsung meminum teh manis hangat buatan Nuri. “terima kasih ya Nuri…”, ucap Ibu.

Nuri kembali bertanya kepada Ibu, “Ibu tadi kenapa?” dengan nada yang pelan dan lembut Ibu menjawab : “ga kenapa napa Nuri, Ibu cuma sedikit pusing… tadi Ibu mau goreng kerupuk buat nanti kita makan…”. “udah, Ibu istirahat aja nanti biar Nuri yang terusin kerjaan Ibu”, ucap Nuri sambil memegang tangan Ibu yang masih lemas.

Ayah tetap di kamar menemani Ibu, sementara Nuri dan Ka Fadil keluar kamar. Nuri ke dapur meneruskan pekerjaan Ibu yang belum selesai untuk persiapan acara syukuran dan sekaligus ulang tahun Ayah, sementara Ka Fadil merapihkan meja dan kursi sebelum keluarga besar datang siang ini.

Jam 7 pagi semua menu masakan telah selesai semua, Nuri pun meletakkan semua hidangan di atas meja makan, segeralah Nuri mandi, karena pagi ini juga Nuri akan ke rumah ka Lyla untuk menceritakan masalah yang semalam dan kejadian pagi ini.

“Ibu udah sehat? Bu, Nuri pergi keluar dulu ya sebentar, mau beli pulsa dan beli bensin motor”, ucap Nuri saat melihat Ibunya di kamar. “iya, jangan lama-lama ya, nanti tamunya keburu datang”, ucap Ibu.

Langsung Nuri berlari menuju motor dan ga lama udah sampai di rumah Ka Lyla. “Assalamu’alaikum…”, Nuri mengucapkan salam memasuki rumah Ka Lyla. “Wa’alaikum calam…”, jawab pangeran ganteng yang berusia 5 tahun itu sambil berlari ke luar menuju arah Nuri. “eh.. kaka Raihan…. Bunda mana?”, Tanya Nuri kepada keponakannya yang merupakan anak pertama dari Ka Lyla dan suaminya, Nuri langsung menggendong keponakannya itu dan berjalan memasuki ruang tamu… “Bunda ada di dalam te, lagi mandiin dede Najwa…”, jawab Raihan yang sambil usil memainkan kuncir rambut Nuri.

“Nah, udah cantik, udah wangi deh anak bunda…”, ucap Ka Lyla kepada bayi mungil yang bernama Najwa yang baru saja dilahirkannya itu. “Ka Lyla…”, Tanya Nuri yang sudah ada di depan pintu kamar Ka Lyla. “eh… tante Nuri tuh datang….tumben nih tante pagi-pagi kesini, mau liat dede Najwa mandi ya? Telat te… dede Najwa udah cantik nih…”, ucap Ka Lyla. Nuri hanya senyum saja sambil melihat bayi mungil yang lucu dan imut itu… “mau gendong Nur?”, Tanya ka Lyla kepada Nuri. “ga ah… takut ga berani… masih terlalu kecil.. tar aja tunggu gedean dikit… boleh deh…”, jawab Nuri.

“Ayah, susu kaka Raihan habis, tolong beliin di toko depan, nanti dia mau susu stoknya habis”, ucap Ka Lyla kepada suaminya. Ka Arman (suami Ka Lyla) langsung mengambil kunci motor dan mengajak Raihan untuk ikut dengannya, “ada lagi yang mau dibeli Bun?, Kaka Raihan mau ikut Ayah” Tanya Ka Arman sambil mencubit gemes pipi si pangeran ganteng. “ga ada Yah… itu aja”, jawab Ka Lyla. Raihan pun langsung turun dari gendongan Nuri dan langsung mengikuti Ayahnya keluar menuju motor. “Bun, Ayah keluar dulu ya, sekalian mau cuci motor”, ucap Ka Arman. “iya yah..”, jawab Ka Lyla.

Dalam hati Nuri berkata, “beginikah kehidupan jika sudah berkeluarga? Mengurus anak, dsb..”. “tumben pagi-pagi kesini Nur, di rumah udah masak belum”, Tanya Ka Lyla. “udah selesai semua Ka.. tinggal nunggu keluarga pada datang aja”, jawab Nuri.

“Ka, Nuri mau ngomong… kaka ada waktu ga?”, Tanya Nuri. “Nur…Nur… ngomong ya ngomong aja, resmi banget sih… ada apa?”, jawab Ka Lyla. “ehm… gini ka…”, belum selesai Nuri berbicara dede Najwa nangis, akhirnya perkataan Nuri terpotong karena Ka Lyla sibuk mendiamkan dede Najwa yang sedang menangis, di gendongnya Najwa oleh Ka Lyla dengan penuh kasih sayang. Nuri sempat berfikir, “Ka Lyla begitu sayang sama keluarganya padahal dulu Ka Lyla orangnya super cuek, apa yang di lakukan Ka Lyla sama seperti apa yang dilakukan Ibu kepada keluarganya,”.

“hey… bengong, anak gadis jangan bengong gitu, tar jauh jodoh…”, tegur Ka Lyla. Dan teguran itu membuat Nuri kaget dan memudarkan fikirannya. “tadi mau ngomong apa Nur?”, Tanya Ka Lyla sambil menyusui Najwa . “ini ka… Nuri mau ngomong tentang Ibu….”, jawab Nuri.

Akhirnya Nuri menceritakan semua yang ada di fikirannya termasuk pengalamannya waktu antar Ibu ke pasar, dan kejadian tadi pagi di rumah, bisa di bilang Nuri curhat sama Ka Lyla, karena kepada siapa lagi Nuri menceritakan keluh kesahnya selain kepada Ka Lyla.

Kemudian Ka Lyla juga mengungkapkan perasaannya : “Nur, kaka tau kamu khawatir sama Ibu dan Ayah…, terus terang sebenarnya kaka juga ga mau pisah dari rumah karena kaka pengen sekalian menjaga Ibu dan Ayah, tapi mau gimana lagi, Ka Arman maunya pisah rumah sama orang tua, biar mandiri katanya. Kamu tau Nur, baru semalam Ka Arman bilang sama kaka, Ka Arman mau di pindah tugaskan ke daerah Minahasa mulai bulan depan untuk jangka waktu 2 – 3 tahun… setelah itu kembali lagi ke Jakarta, jadi hanya sementara untuk kenaikan jabatan di kantornya… kaka kaget, sedih, bingung, ga tau harus bicara apa… kaka seorang istri, tapi kaka juga seorang anak dari Ayah dan Bunda, kaka juga kepikiran, kalau kaka ikut ke Minahasa nanti Ayah dan Ibu siapa yang menjaga, sementara Fadil sudah mulai kerja di Palembang, kamu juga sibuk kuliah, Ayah dan Ibu pasti akan kesepian…. Menghabiskan masa tua hanya berdua saja tanpa kehadiran cucu, anak, dan orang-orang yang mereka sayang…tapi masalah ini belum kaka bicarakan lagi sama Ka Arman bagaimana baiknya, dan ke Ibu juga kaka belum bilang apa-apa…”. “kamu jangan bilang dulu sama Ibu masalah Ka Arman mau pindah kerja ke sana, nanti biar kaka aja yang bilang ”, tambah Ka Lyla. “iya ka”, jawab Nuri singkat.

“Najwa udah tidur tuh ka.. cepetan mandi sana, biar Nuri jagain dulu, udah itu kita kerumah Ibu, tar tau-tau udah pada kumpul orang-orang disana”, ucap Nuri. “ya udah, titip Najwa sebentar ya, kaka mau mandi dulu”, ucap Ka Lyla.

Tidak lama, Ka Lyla selesai mandi dan berdandan Ka Arman dan Raihan datang, kami semua pergi menuju rumah Ayah dan Ibu. Sampai di sana sudah ada beberpa keluarga yang datang, tapi mobil Ka Rizal belum terlihat. Kami memasuki pintu pagar rumah dan menghampiri keluarga yang sudah berada di ruang tamu. Nuri langsung menuju kamar Ibu. “Bu…bu…Ibu…. Najwa datang nih….”, ucap Nuri. Dilihatnya ke kamar Ibu tidak ada, ke dapur tidak ada, di kamar mandi pun Ibu tidak ada. Nuri sibuk mencari Ibu sambil memanggil manggil nama Ibu. “berisik tau, kaya anak kecil aja nyariin Ibu”, ucap Ka Fadil sedikit sewot. “idih, bolehnya sirik… Ibu mana ka?”, tanya Nuri. “ke warung”, jawab Ka Fadil singkat.

Ibu masuk dari pintu dapur, “eh… kaka Raihan udah datang”, ucap Ibu. Nuri langsung menghampiri Ibu, “Ibu ngapain ke warung?, Ibu udah mendingan?”, Tanya Nuri. “Alhamdulillah, udah… Ka Rizal belum datang Nur”, tanya Ibu. “kayanya belum Bu, mobilnya aja belum ada”, jawab Nuri.

Tin…tin…tin… terdengar suara bunyi klakson dari luar rumah. “itu pasti Ka Rizal Nur, kita ke depan yu?”, ucap Ibu. Nuri melihat Ibu bergegas ke luar ingin melihat Ka Rizal yang sudah lama tidak mengunjungi Ayah dan Ibu. Nuri ada di samping Ibu, Nuri menoleh ke arah Ibu, mata Ibu begitu berbinar-binar menanti kedatangan Ka Rizal, rasa rindu yang di pendam seorang Ibu kepada anaknya, Nuri bisa mengetahuinya.

Keluarlah Ka Rizal dan keluarganya dari mobil, Ka Rizal pun langsung mendatangi Ibu, dan Ibu langsung memeluk Ka Rizal dengan eratnya. “kamu sehat Rizal? Ibu kangen sekali sama kamu…”, ucap Ibu. “Alhamdulillah Rizal sehat Bu.. Ibu juga sehat kan?”, Tanya Ka Rizal. “ya, Alhamdulillah…”, jawab Ibu.

Nuri memperhatikan sikap Ibu ketika Ka Rizal masih di dalam mobil, Ka Rizal berjalan mendatangi Ibu, sampai Ka Rizal di peluk Ibu erat sekali… Ibu begitu sayang kepada semua anak-anaknya, dan Ibu membendung perasaan kangen ingin berjumpa dengan Ka Rizal. “Nuri tau Bu, Ibu sangat sayang sama Ka Rizal, melebihi Nuri dan Ka Fadil, maupun Ka Lyla, karena Ka Rizal yang selama ini menopang kehidupan kita… Nuri tau Bu… Tapi Nuri tidak merasa iri, Nuri bangga mempunyai kaka seperti Ka Rizal…”.

“apa kabar adikku sayang…”, ucap Ka Rizal yang cukup membuyarkan fikiran Nuri. “kaka bikin kaget Nuri aja”, sangkal Nuri. “Mana, pangeranmu datang ga?”, Tanya Ka Rizal. “Pangeran apaan?”, jawab Nuri singkat. “makanya neng… cepetan punya pacar, jadi kemana-mana ada yang temenin..”, ledek Ka Rizal. “Ka Rizal bisa aja…”, jawab Nuri sambil tersipu malu.

Waktu sudah menunjukkan jam 11.15 wib, dan kebetulan seluruh kerabat sudah datang semua, akhirnya kami semua berkumpul di dalam rumah untuk memulai acara. Dengan mengucap salam Ayah membuka acara dan memberitahukan maksud dari diadakannya acara ini kepada seluruh keluarga.

Setelah mengucapkan kata pembuka, Ayah menambahkan: “66 tahun yang lalu, telah lahir seorang jabang bayi laki-laki dari hasil buah cinta kedua orangtuanya, dimana saat ini jabang bayi tersebut telah berusia 66 tahun, memiliki 1 orang istri, 4 orang anak, 2 orang menantu, dan 5 orang cucu, di usian yang ke 66 tahun ini, usia yang sudah renta…, usia yang sudah tidak berguna ini… Ayah berharap bisa berkumpul dengan seluruh keluarga terutama anak-anak dan cucu Ayah…, jangan jauhkan Ayah dan Ibu yang sudah renta ini dari kalian…. Terutama dari cucu-cucu Ayah…., jangan pisahkan kami…. karena tidak ada kebahagiaan untuk Ayah dan Ibu selain kehadiran kalian di tengah-tengah kami… hanya itu permintaan Ayah… terima kasih..”

Nuri menitikkan air mata mendengar kata-kata Ayah, kemudian melihat Ayah dan Ibu, begitupun Ka Rizal, Ka Lyla, Ka Fadil, dan seluruh keluarga mereka semua terbawa suasana… perkataan Ayah begitu menghipnotis kami semua…, Ayah seolah mengetahui bahwa ada salah seorang anaknya yang akan pergi meninggalkannya dalam waktu dekat… terlebih lagi saat Nuri melihat raut wajah Ka Lyla, seolah air matanya tidak bisa berhenti…. kami semua terpaku sejenak mendengar ucapan Ayah tadi, tak lama Ibu membuat suasana kembali normal dengan menyanyikan sebuah lagu Selamat Ulang Tahun.

Semua keluarga yang hadir mengucapkan Selamat Ulang Tahun kepada Ayah, Ibu menyalami dan mencium Ayah dengan penuh kehangatan, kami semua melakukan hal yang sama, memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada Ayah, kemudian langsung menyantap hidangan yang telah disediakan, tapi Nuri tidak melihat Ka Lyla berada dalam ruangan biasanya kalau ada acara makan-makan Ka Lyla adalah orang nomor 1 yang memburu makanan Ibu. Nuri mencari Ka Lyla di setiap sudut rumah, ternyata Ka Lyla berada di kamar Nuri sambil menangis. “Ka, kenapa ada di kamar Nuri?”, Tanya Nuri. Sambil mengusap matanya yang sendu Ka Lyla menjawab:”Ayah, Nur… Ayah sepertinya tau Ka Lyla dan keluarga mau pergi… Ayah sudah bicara seperti itu tadi, gimana kaka mau cerita kalau Ka Arman mau di tugaskan di Minahasa? Kaka harus gimana Nur?”. Nuri diam sejenak, karena Nuri juga tidak tau harus berbuat apa, Nuri hanya menenangkan Ka Lyla, “ya udah ka… kaka tenang dulu, nanti kita bicarakan masalah ini sama Ayah dan Ibu setelah selesai acara ini, kita cari jalan keluarnya sama-sama, jangan di jadikan beban… hari ini ulang tahun Ayah, kita jangan sedih, kita harus ada di tengah-tengah keluarga, kita keluar kamar yu’ ka… nanti Ayah dan Ibu cari kita…”, setelah dibujuk oleh Nuri akhirnya Ka Lyla dan Nuri bergabung dengan keluarga lainnya di ruang keluarga.

Nuri memperhatikan raut wajah Ayah dan Ibu, mereka begitu bahagia dapat berkumpul dengan anak dan cucunya serta seluruh keluarga yang hadir. Sepertinya memang tidak ada kebahagiaan yang dapat tergantikan bagi Ayah dan Ibu selain saat berkumpulnya keluarga. Setiap hari mereka menghabiskan waktu berdua, mengobrol, sekedar jalan-jalan sore, nonton TV, ataupun bercocok tanam di halaman rumah, cinta mereka sungguh erat, kehidupan mereka saling mengisi kekosongan satu sama lain, mereka merasa sepi tanpa hadirnya keluarga ditengah-tengah mereka setiap hari, karena saat berkumpulnya keluarga seperti ini terjadi hanya 1 atau 2 kali dalam setahun, misalnya hari raya atau peringatan acara syukuran seperti sekarang ini. Ayah…. Ibu…. Terima kasih atas semua yang telah Engkau berikan kepada kami… pengorbanan dan perjuangan Ayah dan Ibu tidak akan berhenti sampai disini… terima kasih juga atas semua fasilitas maupun pendidikan terbaik yang sudah Ayah dan Ibu berikan kepada kami… kami bangga menjadi anak-anakmu… Selamat Ulang Tahun Ayah… Nuri selau berdo’a dan berharap agar Ayah selalu diberikan kesehatan dan perlindungan oleh Allah SWT, dan untuk Ibu cintailah kami, bimbinglah kami dengan kasih sayangmu yang tulus… Nuri tidak akan membuat Ayah dan Ibu bersedih melewati masa tua dengan kesepian, Nuri akan berusaha melakukan yang terbaik untuk Ayah dan Ibu. I love you all….